Jumat, 14 Desember 2007

Berlaku Adil




Hikmah



Ada sebuah kisah dari Al-Quran. Suatu hari dua orang laki-laki memanjat pagar istana Nabi Daud AS yang megah. Mendapati ada orang yang nyelonong begitu saja ke kediamannya, Nabi Daud amat terkejut. Salah seorang di antara mereka kemudian berkata, “Janganlah kamu takut. Kami ini adalah dua orang yang sedang terlibat sengketa. Salah satu dari kami telah berbuat zalim kepada yang lain. Maka berilah kepada kami satu vonis yang adil, janganlah kamu menyimpang. Tunjukilah kami ke jalan yang lurus.”
Kemudian orang itu mengajukan perkaranya. “Sesungguhnya saudaraku ini memiliki 99 ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka saudaraku ini berkata kepadaku agar aku menyerahkan kambing yang hanya satu itu. Dan dia mengalahkanku dalam perdebatan,” ujarnya.
Nabi Daud AS segera mengerti apa yang tengah dialami dua orang itu. “Sesungguhnya dia telah berbuat zalim kepadamu dengan meminta kambingmu itu untuk ditambahkan kepada kambingnya. Dan kebanyakan dari orang-orang yang berserikat, sebagian berbuat zalim kepada sebagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan amat sedikit orang yang seperti itu,” ujar Nabi Daud.
Kisah yang termaktub dalam surah Shaad ayat 22-24 ini pada akhirnya adalah satu ujian. Sang raja yang juga seorang rasul, Daud AS, dihadapkan pada satu masalah yang sebenarnya bisa remeh mengingat agungnya kedudukan. Perihal kambing tentulah masalah sepele di tengah istananya yang megah. Apa pentingnya pula menyelamatkan satu ekor kambing padahal pemilik 99 ekor kambing telah berhasil menang lewat argumentasi tanpa kekerasan? Tapi di situlah soalnya, keadilan, yang memang selalu terhubung dengan kepemimpinan, tak pernah bisa benar-benar sempurna dikerjakan manusia.
Namun ia selamanya akan dihadapkan pada kita. Sebab itulah fitrah paling dalam, dalam kehidupan. Dan sang Nabi yang lulus ujian itu kontan bersujud minta ampun menyadari kelemahan dirinya yang, sekalipun telah resmi menjadi pembawa risalah dari Tuhan, tetap mesti diuji kembali keadilannya.
Allah SWT berfirman, “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya sebesar biji atom pun, Kami akan mendatangkan pahalanya. Dan cukuplah Kami menjadi pembuat perhitungan.” (QS Al-Anbiya: 47)
Makanya kemudian kita tak hanya selesai mengartikan adil sebagai satu amal di mana sesuatu (syai) ditempatkan pada porsinya: yang hak pada porsi haknya seraya menempatkan yang batil juga pada porsinya. Sebab sering sekali mulut kita terkunci, tangan kita kaku, atau hati kita berpaling dari keadilan karena tak selamanya itu membuat kita beruntung. Keadilan yang agung memang selalu disertai dengan kepahitan dan pengorbanan. Qulilhaq walau kana murron. (***)
Ainul Yaqien

Tidak ada komentar: